Pages - Menu

Senin, 15 September 2014

Witing Tresno Jalaran Soko Kulino



Tresno Amergo BTQ



Cinta... Siapa yang tak pernah merasakan jatuh cinta? Rasanya tak mungkin ada yang tak pernah terlibat dengan perasaan satu ini. Dengan pengaruhnya, cinta dapat membalikkan perasaan seseorang, membuat orang yang sedang terkena virusnya terbang melayang dan tak ingin kembali berpijak ke bumi karena telah terpikat akan pesonanya. Karena cinta adalah hal yang irasional, yakni hal yang tak masuk akal, hal yang bagi si empunya cinta adalah hal yang wajar, tapi bagi orang lain adalah hal yang tak masuk di nalar, bahkan terasa janggal. Siapa orang yang mau pergi di tengah hujan lebat, motorpun tiba-tiba ngadat, berbekalkan nekat, hanya demi jumpa si dia dimana hati ini telah terjerat? Inilah cinta, hal yang dapat menciptakan dinding logika baru bagi para pecandunya, membuat yang rasional bagi mayoritas orang menjadi tidak masuk akal pula tak dapat diterima nalar pengidapnya, membuat yang sedang dihinggapi perasaan ini terganggu jam tidurnya, berubah mimik wajahnya, juga tak luput tindak-tanduknya.

Cinta dapat tumbuh di setiap sanubari insan, tak mengenal usia, tua maupun muda, watak, pendiam maupun ceria, penyabar maupun pemarah. Cinta mempunyai pengaruh sangat besar yang dapat merubah penderitanya menjadi pribadi yang berbeda. Lalu, bagaimana cinta bisa tumbuh di dalam hati manusia?

Manusia adalah makhluk yang tak dapat hidup sendiri, mereka adalah makhluk sosial yang membutuhkan satu sama lain demi keberlangsungan hidupnya. Sehingga mereka akan mengadakan interaksi guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Yang mana interaksi di antara mereka merupakan hal yang mutlak dan tak dapat diacuhkan begitu saja. Apa hubungannya dengan cinta? Cinta bisa terlahir dari interaksi yang dilakukan antar manusia, baik itu melalui tatap mata, tutur kata, senyum, canda, tawa, atau bahkan fakta terbaru di lapangan menunjukkan bahwa cinta dapat terlahir dari kebiasaan bersama, meski mulanya lisan berkata tidak, hati menolak tuk menerima kenyataan akan hadirnya rasa, tapi tak disangka pikiran malah jadi terfokus pada si dia.

Kebersamaan yang dijalin seiring dengan berlalunya waktu pada akhirnya melahirkan perasaan cinta, hal ini dikenal dalam pepatah jawa dengan witing tresno jalaran soko kulino, yang berarti tumbuhnya cinta itu karena terbiasa. Seperti yang terjadi pada teman satu kelas saya di universitas tempat saya kuliah. Dia adalah seorang gadis berumur 19 tahun, sebut saja namanya Ani. Sebuah kisah cinta yang mampu mengguncangkan prodi kami, atau bahkan seisi kampus.

Semuanya bermula dari ujian baca tulis Al Qur'an atau biasa disingkat BTQ yang diadakan di penghujung semester satu. Setiap mahasiswa baru wajib mengikutinya, karena kelulusan BTQ merupakan syarat untuk mengikuti salah satu mata kuliah wajib di semester 6. Bagi yang belum lulus, maka akan mengikuti bimbingan intensif BTQ guna mempersiapkan untuk menghadapi ujian lagi di penghujung semester berikutnya. Ternyata, saat pengumuman kelulusan, nama Ani tercantum dalam daftar mahasiswa yang tidak lulus, sehingga ia harus mengikuti bimbingan.

Pada awalnya Ani beserta 2 kawan sekelasku dibimbing oleh seorang kakak tingkat. Namun, setelah beberapa kali bimbingan, mereka merasa ada ketidakcocokan antara mereka dengan pembimbingnya, seperti metode yang digunakan dalam pembelajaran. Sehingga mereka bertiga mengajukan untuk mengganti pembimbing mereka ke kantor penanggung jawab BTQ. Kemudian pihak kantor menanggapi dengan mengganti pembimbing mereka bertiga dengan seorang dosen S2 lulusan universitas ternama di Jogja bernama Pak Adi (bukan nama sebenarnya). Beliau belum menikah, berusia sekitar 29 tahun, berperawakan kecil dan berkulit kuning bersih. Kemudian, mulailah bimbingan BTQ Ani dkk bersama Pak Adi seminggu sebanyak dua kali, pada hari Kamis dan Sabtu.

Ternyata karena bimbingan intensif BTQ dan pertemuan tiap minggunya, terciptalah sebuah perasaan yang lebih dari sekedar guru dan murid bagi Pak Adi. Ditambah lagi paras Ani yang ayu, kepolosan dan keluguannya telah membuat Pak Adi jatuh hati padanya. Pak Adipun mulai mengirimi Ani pesan, memberi perhatian yang khusus, dan menunjukkan niatan yang lebih serius padanya. Mulanya Ani cemas dengan perhatian lebih yang diberikan oleh Pak Adi padanya, ia gelisah dan khawatir terhadap sikap dosen yang satu itu padanya, iapun sering bercerita pada teman-temannya dengan nada "GUPUH", atau dalam bahasa Indonesia berarti bingung bercampur gelisah. Iapun juga jadi takut untuk mengikuti bimbingan btq. Tetapi, karena kewajibannya untuk mengikuti bimbingan btq sebagai tiket utama menuju ujian selanjutnya, Ani memberanikan diri menghadapi Pak Adi.

Kegigihan Pak Adi dalam meyakinkan Ani tentang ketulusan hatinya dan kesungguhan niatnya ternyata juga ditunjukkan dengan kedatangan beliau ke rumah Ani. Ani yang mengetahui Pak Adi bertamu ke rumahnya tanpa pemberitahuan sebelumnyapun terkejut bukan kepalang. Saat ditemui ibunya, Pak Adi yang datang bersama temannya mengaku sebagai teman Ani, ibunya Ani sempat curiga apa benar tamunya itu memang teman anaknya. Saat berada di belakang, Ani ditanya ibunya perihal hal tersebut, dan Ani mengelak karena sebenarnya beliau itu dosennya. Ani yang tak siap kedatangan tamu dadakan itupun bingung, iapun hanya menemani tamu "tak biasanya" tersebut sejenak dan pamit pergi dengan alasan telah ditunggu temannya.

Usaha keras dan niat suci Pak Adipun juga diungkapkan beliau melalui pesan singkat, bahwa beliau ingin mempersunting Ani. Semakin jelaslah bahwa Pak Adi tidak bermain-main dengannya, dan itu semua menjadi topik khusus dalam musyawarah keluarga Ani. Mengingat bahwa Pak Adi itu adalah pribadi yang berpendidikan, pun taat beragama, juga merupakan seorang yang berilmu yang dibuktikan dengan pekerjaannya sebagai dosen, akhirnya keluarga Ani mempertimbangkan niatan Pak Adi tersebut.

Syukurlah, perjuangan Pak Adi dalam memperoleh Ani berbuah manis, segala usahanya telah mampu mengikis tembok besar hati Ani. Anipun sedikit demi sedikit mau membuka hatinya untuk dosen pembimbingnya itu. Cinta karena terbiasa bertemu dan berada di tempat dan tujuan yang sama juga telah mampu memutarbalikkan perasaannya. Dan saat Pak Adi mengajukan lamaran resmi pada Ani, iapun menerimanya. Merekapun menikah di pertengahan agustus 2014 lalu.

Secara kebetulan juga Pak Adi di semester ini mengajar kami, sehingga di pertemuan pertama kelas kami, tanggal 2 September kemarin, kelas kami riuh dengan tawa dan senyum menghiasi tiap wajah mahasiswa. Pak Adi yang menyadari penyebab dari senyum dan keriuhan kamipun meminta doa atas pernikahannya.

Itulah dia sekelumit kisah nyata, tumbuhnya tunas-tunas hijau cinta sebab terbiasa. Baik terbiasa berkumpul, bersama, bertutur kata, dan lain sebagainya.




Tulisan ini disertakan dalam kontes GA Sadar Hati - Bahasa Daerah Harus Diminati

            http://tenteraverbisa.files.wordpress.com/2014/08/banner.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar